Tolak Ukur / Indikator Kemiskinan Menurut Badan Kordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)

          Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) tahun 2004 menggunakan kriteria kesejahteraan keluarga untuk mengukur kemiskinan. Lima pengelompokkan tahapan keluarga sejahtera menurut BKKBN adalah sebagai berikut

1.      Keluarga Pra Sejahtera

              Keluarga-keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal, seperti kebutuhan akan pengajaran agama, pangan, sandang, papan dan kesehatan.

2.      Keluarga Sejahtera I

        Keluarga sudah dapat memenuhi kebutuhan yang sangat mendasar, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi. Indikator yang digunakan, yaitu :

a) Anggota keluarga melaksanakan ibadah menurut agama yang dianut.

b) Pada umumnya seluruh anggota keluarga makan dua kali sehari atau lebih.

c) Seluruh anggota keluarga memiliki pakaian yang berbeda untuk di rumah, bekerja/sekolah dan bepergian.

d) Bagian terluas dari lantai rumah bukan dari tanah.

e) Bila anak atau anggota keluarganya yang lain sakit dibawa ke sarana/ petugas kesehatan.

3.      Keluarga Sejahtera II

      Keluarga selain dapat memenuhi kebutuhan dasar minimumnya dapat pula memenuhi kebutuhan sosial psikologisnya, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan pengembangannya. Indikator yang digunakan terdiri dari lima indikator pada Keluarga Sejahtera I ditambah dengan sembilan indikator sebagai berikut :

a) Anggota keluarga melaksanakan ibadah secara teratur menurut agama yang dianut masing-masing.

b) Sekurang-kurangnya sekali seminggu keluarga menyediakan daging atau ikan atau telur sebagai lauk pauk.

c) Seluruh anggota keluarga memperoleh paling kurang satu stel pakaian baru setahun terakhir.

d) Luas lantai rumah paling kurang 8,0 m2 untuk tiap penghuni rumah.

e) Seluruh anggota keluarga dalam tiga bulan terakhir berada dalam keadaan sehat sehingga dapat melaksanakan tugas/fungsi masing-masing.

f) Paling kurang satu orang anggota keluarga yang berumur 15 tahun ke atas mempunyai penghasilan tetap.

g) Seluruh anggota keluarga yang berumur 10-60 tahun bisa membaca tulisan latin.

h) Seluruh anak berusia 6-15 tahun saat ini (waktu pendataan) bersekolah.

i) Bila anak hidup dua orang atau lebih pada keluarga yang masih PUS, saat ini mereka memakai kontrasepsi (kecuali bila sedang hamil).

4.      Keluarga Sejahtera III

              Keluarga telah dapat memenuhi kebutuhan dasar minimum dan kebutuhan sosial psikologisnya serta sekaligus dapat memenuhi kebutuhan pengembangannya, tetapi belum aktif dalam usaha kemasyarakatan di lingkungan desa atau wilayahnya. Mereka harus memenuhi persyaratan indikator pada Keluarga Sejahtera I dan II serta memenuhi syarat indikator sebagai berikut :

a) Mempunyai upaya untuk meningkatkan pengetahuan agama.

b) Sebagian dari penghasilan keluarga dapat disisihkan untuk tabungan keluarga.

c) Biasanya makan bersama paling kurang sekali sehari dan kesempatan ini dimanfaatkan untuk berkomunikasi antar-anggota keluarga.

d) Ikut serta dalam kegiatan masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya.

e) Mengadakan rekreasi bersama di luar rumahpaling kurang sekali dalam enam bulan.

f) Memperoleh berita dengan membaca surat kabar, majalah, mendengarkan radio atau menonton televisi.

g) Anggota keluarga mampu mempergunakan sarana transportasi.

5.      Keluarga Sejahtera III Plus

      Keluarga selain telah dapat memenuhi kebutuhan dasar minimumnya dan kebutuhan sosial psikologisnya, dapat pula memenuhi kebutuhan pengembangannya, serta sekaligus secara teratur ikut menyumbang dalam kegiatan sosial dan aktif pula mengikuti gerakan semacam itu dalam masyarakat. Keluarga-keluarga tersebut memenuhi syarat-syarat indikator pada Keluarga Sejahtera I sampai III dan ditambah dua syarat berikut :

a) Keluarga atau anggota keluarga secara teratur memberikan sumbangan bagi kegiatan sosial masyarakat dalam bentuk materi.

b) Kepala keluarga atau anggota keluarga aktif sebagai pengurus perkumpulan, yayasan, atau institusi masyarakat lainnya.

        Metode yang digunakan oleh BKKBN ini sudah sangat sering diperdebatkan di berbagai kalangan karena selain rumit, keluarga-keluarga yang didata belum tentu memberikan keterangan yang sebenarnya dalam proses pendataan. Salah satu indikator yang mungkin tidak dijawab secara obyektif oleh responden adalah indikator yang berkaitan dengan agama karena masyarakat umumnya malu mengakui apabila kurang aktif atau taat dalam melakukan ibadah. Kesulitan untuk menerapkan indikator dari BKKBN dalam mengukur kemiskinan juga ditemui di daerah pedesaan.

      Rumah di perdesaan yang letaknya jauh dari pusat kota umumnya berlantai tanah oleh karena itu bentuk dan bahan bangunan rumah tidak dapat dijadikan sebagai indikator kemiskinan tanpa mempertimbangkan beberapa indikator lainnya. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa banyak penduduk desa yang memiliki lahan garapan dan ternak yang bila dihitung dengan nilai rupiah bahkan melebihi kekayaan yang dimiliki oleh orang-orang yang tidak miskin.

This entry was posted in Uncategorized. Bookmark the permalink.

Leave a comment